Dokter Ini Sama Sekali Tak Percaya Corona, Justru Sebut Obatnya yang Sebabkan Kematian
CNBKEPRI.COM – Dokter Louis Owien, wanita yang pernah menjadi PNS selama tiga tahun ini hingga akhirnya resign merupakan lulusan FK UKI. Dia kemudian melanjutkan study-nya ke selepas resign dari PNS ke Malaysia.
Dia menyampaikan pada akun Youtube Babeh Aldo dan di Hotman Paris Show Inews bahwa dia tidak percaya akan COVID-19. Kenapa? “Karena saya mendalami semua dasar-dasar lab dunia. Salah satu lab dunia itu ada pak mirip seperti PCR. Dengan teknik di swab, swab kan mengusap sel mukosa (selaput lender), nah itu tak akan mungkin kalau ketemu virus,” kata dokter Louis.
“Kemudian diawal pandemi kan saya mlihat alat Rapid Test, Rapid kan maksudnya melihat dari darah. Kalau darah, enggak mungkin bisa ketemu virus. berarti kan cuma masalah faktor imunitas,” tambahnya.
“Waktu pertama kali itu bulan Maret (saat awal pandemic di Indonesia) itu kan sempat beberapa bulan kita pakai (swab & PCR). Logikanya berapa bulan pak itu pakai. Itu kan yang diprotes Jerink itu kan pak. Kan ini aneh, pandemi yang lucu-lucuan, orang sehat dikejar-kejar, diurusin dicari-cari pakai alat. Begitu alat bilang, positif atau reaktif , anda terpapar virus,” cetusnya.
“Tapi orang yang sakit di rumah sakit harus ditelantarkan, harus tunggu dulu apa kata alat pak. Dimana otaknya,” katanya sambil tersenyum.
“Logikanya, di kedokteran itu tidak pernah ada bahwa alat dijadikan diagnosa pertama, selalu anamnesa (teknik wawancara), selalu ada keluhan dulu pak. Anda datang apa keluhannya? Semenatara ini Pak OTG, orang tanpa gelaja dibilang sakit. Tepapar virus hanya karena alat bilang positif. Masuk akal enggak, dari ilmu kedokteran ini sudah melenceng,” jelasnya.
Soal masker, dia bingung kenapa masuknya melalui airbone, kenapa hanya hidung mulut yang ditutup, kan (airbone) bisa masuk dari kuping mata semua harus ditutup.
Jadi ini semua menurut dokter ada apa ?
“Namanya juga ‘Plandemi’ pak. Berdasarkan beberapa pandemi lalu kan selalu di Indonesia digagalkan dokter Siti Fadilah. Dokter Siti Fadila sudah bicara kalau yang namanya pandemic, dengan nama virus yang dipatenkan itu tujuan akhirnya, vaksin,” tukasnya.
Berarti jualan obat dan vaksin
“Alat ini pak, Rapid Test kemudian PCR itu bisa positif kan kalau asidosis laktat. Sementara obat yang diberikan kontra terhadap hasil alat yang positif. Jadi sudah alat salah deteksi, dianjurkan pun obat yang salah. Makanya jadi bergejala keracunan obat, nah ini baru yang dinamakan virus. Jadi sebenarnya begini, tingkat kematian di semua rumah sakit, sejak zaman dahulu kala sampai sekarang covid karena interaksi antar obat, bukan karena covidnya. Ini membuka kedok pengobatan berpuluh tahun. Bukan saja saat masalah saat pandemi ini ya,” tegasnya.
Kenapa Begitu yakin?
“Saya melihatnya dari jumlah obat yang diberikan. Karena kalau di rumah sakit ini, semua ditangani masing-masing spesialis. Masing-masing kasih obat . Inilah yang terjadi ketika masuk ICU, saya bisa buktikan,” tuturnya.
Andai kata dokter diminta buktikan ini, apakah dokter siap?
“Saya sudah jelaskan kepada dokter-dokter, bahkan sudah banyak yang telepon dokter. Dan itu setelah saya jelaskan mereka paham. Alat uji ini sifatnya dinamis, berubah-ubah. Misalya begini, kita habis pakai masker, kemudian kita cek langsung hasilnya, bisa positif. Coba kalau tunggu beberapa menit, bisa negative hasilnya,” tuturnya.
“Makanya setelah dicek para dokter, misalnya cek pagi, cek siang, hasilnya bisa berbeda-beda. Jadi bukan rumah sakit yang mengcovidkan pasien, tetapi alat. Alat ini yang tidak stabil. Saya pernah ditantang suruh ketemu pasien covid, saya ini pak mungkin hari-hari yang datang mereka ketemu saya,” katanya.
Habis Demo Mati
“Sejak kapan wabah atau virus atau pandemik yang ditentukan matinya setelah cari-cari pakai alat. Yang namanya wabah, orang berkumpul misalnya habis demo. Enggak usah cari-cari alat pak, tiba-tiba di rumah sudah banyak yang mati sesak nafas. Atau misalnya saat antre di rumah sakit, mereka akhirnya tumbang mati saat antre sepreti (diantaranya) video di Wuhan. Yang terjadi Ini kan enggak, orang yang sudah antre masuk rumah sakit, positif. Untuk mendapatkan obat. Berarti bukan wabah asli,” terangnya.
“Enggak pernah ada di Indonesia kejang-kejang seperti di video Wuhan. Coba ke pasar di kampung-kampung deh, mana ada penjual pakai masker. Merek bilang, ini covid apa sih, mereka benar-benar enggak tahu dan hanya tahu dari televisi,” jelasnya.
“Saat ini saya sulit menjelaskan, karena dikotomi saya ini bukan dokter paru, jadi banyak yang mentok para dokter di situ. Jadi benar media is the real virus, virus ini menularnya bukan melalui droplet, tapi dari media,” ujarnya.
Soal Tabung Oksigen
“Sekarang kan lagi rebutan nih, cari tabung oksigen, yang benar itu bukan cari tabung oksigen. Tapi stop obat yang menurunkan saturasi O2,’ katanya.
“Ini penyakit bukan virus, bukan bakteri, tapi karena dikasih obat antibioti yang bekerja langsung ke Jantung. Kalau saturasi turun, jangan fitnah virus dong. Kalau alat sudah salah diagnosa, obat penyebab bergejala, terus vaksin perlu enggak? Ya enggak,” katanya.
“Terus yg sudah divaksin kan mulai Januari lalu, terus terbukti enggak? vaksin berguna atau enggak? Enggak kan. Saya mau jelasin ilmiah ribet, begitu saja deh,” tandasnya.
Sumber : (tanggerangnews)