Kisah Andi Abubakar Lambogo, Pahlawan Asal Enrekang Sumsel yang Kepalanya Ditancapkan di Ujung Bayonet
CNBKEPRI.COM – Andi Abubakar Lambogo adalah salah satu sosok pahlawan asal Sulsel yang terkenal gigih dalam memperjuangkan kemerdeaan RI.
Dia adalah pemimpin Komando Batalion I Massenrempulu yang menjadi bagian dari Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi (TRIPS).
Tak main-main, lawan yang harus dihadapi adalah tentara Belanda yang terkenal sangat kejam yakni, Kapten Raymond Westerling yang diberi tugas oleh menghancurkan perlawanan di Sulawesi Selatan.
Abubakar Lambogo, pria kelahiran 1913 mendobrak semangat kepemudaan warga Sulsel dengan membentuk dan tergabung dalam Pemuda Nasional Indonesia (PNI) bulan September 1945.
Kemudian Badan Pembentuk Rakyat Indonesia (BP-RI) dan Badan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI) yang dibentuk pada Juni 1946.
Cucu dari Abubakar, Ricky Lambogo menyebut sang kakek merupakan pejuang dari kalangan bangsawan yang saat itu memiliki peranan penting dalam perjuangan rakyat Sulsel.
“Dia dulu dijuluki Puang Bakkarang, dan punya peranan bagus di kalangan bangsawan lokal, namun memilih ikut dalam perjuangan,” kata Ricky beberapa waktu lalu.
Abubakar merupakan anak Haji Lambogo Pettana Bali dan Ibu yang bernama I Nambe. Ayah Abubakar merupakan seorang Pabbicara atau Menteri penerangan rakyat di Massenrempulu.
Dari buku yang ditulis Nawir bertajuk Biografi Abu Bakar Lambogo, semasa kecil, Abubakar mengenyam pendidikan layak dibandingkan teman lainnya. Kedudukannya sebagai anak dari seorang Pabbicara membuatnya mampu menimba ilmu di Sekolah Rakyat.
Abubakar kemudian menjadi guru Sekolah Rakyat pada masa penjajahan Belanda. Pada masa penjajahan Jepang ia diangkat menjadi menteri polisi merangkap kepala distrik Ranga.
Abubakar menanggalkan jabatan dan posisi itu dan memilih bergabung dengan masyarakat Massenrempulu memperjuangkan kemerdekaan.
Dalam organisasi kepemudaan yang bertujuan mencegah Belanda kembali menjajah Indonesia itu, Abubakar memiliki posisi strategis sebagai Ketua dan Wakil.
Garis keturunannya juga mendukung, sehingga mampu dipercaya dalam mengemban posisi sebagai pemimpin.
“Kakek saya memang memilih berjuang dengan rakyat, meskipun jabatannya termasuk terhormat pada saat itu,” jelas Ricky.
Gerakan-gerakan perjuangan yang dilakukan Abubakar dan rakyat Massenrempulu itu dilatarbelakangi ketakutan usai rakyat merasakan penderitaan akibat penjajahan Belanda selama ratusan tahun. Perjuangan Abubakar mendapat kecaman dan perlawanan dari Belanda yang masih ingin bercokol di Indonesia.
Puncaknya pada tanggal 13 Maret 1947 di saat Abubakar Lambogo sedang mandi di Salu Wajo bersama dengan pasukannya, pada saat itu tidak disangka-sangka rombongan mendapat serangan dari pasukan Belanda.
Tanpa persiapan, maka mereka berpencar, dan Abubakar terkena tembakan di paha.
Keesokan harinya, pada tanggal 14 Maret 1947, para tahanan lain yang sebelumnya diikat di tiang listrik dekat kantor KNIL dilepaskan, dan diarahkan menuju pasar Enrekang bertemu dengan pimpinan Abubakar.
Namun bukan sosok utuh Abubakar yang ditemui, melainkan kepala Abubakar yang terpenggal dan ditusukkan di bayonet. Tak hanya itu, kepala pejuang itu dipertontonkan di tengah keramaian pasar, di Pasar Enrekang.
Tentara Belanda memaksa satu per satu tawanan untuk mencium kepala pemimpinnya yang sudah ditancapkan di atas bayonet.
Biasanya jika yang tertangkap adalah pimpinan maka mereka akan diberikan perlindungan dan diberikan perawatan oleh Belanda, namun hal ini justru berbanding terbalik dengan yang dialami Abubakar.
Untuk menghargai jasa Abubakar Lambogo, Pemerintah Kota Makassar mengabadikan namanya menjadi sebuah nama jalan di tengah Kota Makassar.
Warga Makassar sering menyingkat nama Jl Abubakar Lambogo dengan sebutan Ablam.(*)