Mengenal Martua Sitorus, Berawal dari Loper Koran Kini Jadi Orang Terkaya ke-7 di Indonesia
CNBKEPRI.COM – Nama Martua Sitorus mungkin masih asing di telinga. Namun jangan salah, dia ternyata pemilik salah satu perusahaan penghasil minyak sawit terbesar di dunia.
Oleh karena itu, Martua Sitorus kerap kali dijuluki sebagai si raja minyak sawit asal Indonesia.
Namun, kesuksesan tak diraihnya secara instan. Martua Sitorus ternyata pernah menjadi pekerja serabutan hingga akhirnya membangun perusahaan kelas dunia.
Dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari akun Twitter @putrainvestorschool, Martua Sitorus kini menjadi orang terkaya di Indonesia.
Pasalnya, majalah Forbes menempatkan Martua Sitorus sebagai orang terkaya ke-7 di Indonesia pada tahun 2020, dengan kekayaan senilai 1,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp28,8 triliun.
Dimana kekayaan yang Martua Sitorus dapat berkat keberhasilannya dalam membangun Wilmar International, perusahaan penghasil minyak sawit terbesar di dunia, apabila dilihat dari segi kapitalisasi pasar.
Pria yang bernama Thio Seeng Haap ini lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara pada tahun 1960.
Menurut sumber yang beredar, Martua Sitorus dulunya dititipkan di sebuah keluarga sederhana di Batak yang kemudian mengharuskan dirinya berjualan serabutan untuk membantu perekonomian keluarganya.
Dari berjualan udang dan ikan hingga menjadi loper koran ia lakoni. Dirinya bekerja keras bukan hanya untuk membantu perekonomian keluarga tetapi juga agar bisa mengenyam pendidikan tinggi.
Awal mulanya Martua Sitorus masuk ke bisnis kelapa sawit itu bermula ketika Martua Sitorus berhasil sekolah di SMA Budi Mulia, Pematang Siantar dan kemudian kuliah di Universitas HKBP Nomensen di kota Medan.
Dimana dirinya setelah lulus memutuskan untuk bisnis kecil-kecilan minyak sawit di Indonesia dan Singapura.
Kemudian di akhir tahun 1980-an, dirinya bertemu dengan sepupunya, Kuok Khoon Hong atau yang dikenal dengan William yang saat itu merupakan raja bisnis gula dan properti Malaysia.
Dan akhirnya mereka sepakat untuk mendirikan perusahaan yang menanam dan mengolah kelapa sawit.
Nama perusahaan yang mereka dirikan yaitu Wilmar. Dimana Wilmar berasal dari singkatan yang diambil dari gabungan nama mereka berdua, William dan Martua.
Di awal perusahaan tersebut berdiri, Martua ditunjuk untuk menjadi Chief Operating Officer (COO) yang bertanggung jawab dalam melakukan inovasi dan ekspansi perusahaan.
Sedangkan William berperan sebagai Chairman & CEO dan berperan menyuntik keuangan perusahaan.
Hingga akhirnya pada tahun 1991 mereka sudah memiliki 7100 hektar perkebunan kelapa sawit dan sudah berhasil membangun pabrik kilang minyak pertamanya.
Ketika terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 yang menghadang, banyak perusahaan besar yang kala itu terpaksa memotong gaji karyawannya hingga akhirnya mengalami gulung tikar.
Namun berkat kejeniusan Martua dalam berbisnis, terlebih karena bisnis yang ia jalankan juga bersifat ekspor, perusahaan nya justru mampu memberikan tunjangan krisis sebesar 2,5 persen kepada karyawannya.
Perusahaan kemudian berkembang menjadi salah satu perusahaan agrobisnis terbesar di Asia yang terintegrasi dari hulu ke hilir, mulai dari budidaya dan penggilingan kelapa sawit dan tebu, hingga pemrosesan, branding dan distribusi berbagai produk makanan konsumen.
Di Indonesia saja, Wilmar memiliki 48 perusahaan operasional PT Multimas Nabati Asahan yang memproduksi minyak goreng bermerek Sania dan Fortune.
Wilmar juga memiliki lebih dari 500 pabrik produk sawit di 33 negara yaitu di Indonesia, Malaysia, Tiongkok, India, hingga Eropa.
Selain itu, Wilmar juga telah mengekspor produknya ke lebih dari 50 negara dengan sekitar 100.000 orang tenaga kerja internasional.
Pada Agustus 2006, Wilmar International tercatat di Bursa Efek Singapura dengan kapitalisasi pasar mencapai 2 miliar dolar AS.
Namun di tahun 2020, kapitalisasi pasar Wilmar sudah mencapai 3.23 miliar dolar AS dengan total aset $51.02 miliar dolar AS.
Selain itu, total pendapatannya mencapai 50.53 miliar dolar AS, dengan laba bersih senilai 1.53 miliar dolar AS.
Hari ini Wilmar bukan hanya menjadi perusahaan penghasil minyak sawit terbesar di dunia, tetapi juga menduduki peringkat ke-285 dalam daftar Fortune Global 500 pada tahun 2020.
Pria yang dijuluki sebagai Raja Minyak Sawit Indonesia oleh Majalah forbes ini terpaksa turun dari jajaran dewan direksi Wilmar pada Juli 2018 karena Greenpeace menuduh Wilmar dan sister company-nya, Gama Corp, memangkas ribuan hektare hutan untuk perkebunan sawit.
Bukan Martua namanya jika hal tersebut mematikan semangatnya untuk berbisnis.
Sekarang dirinya lebih berfokus untuk mengembangkan bisnis propertinya melalui Gama Corporation.
Melalui Gamaland, Martua berhasil membangun Gama Tower yang merupakan bangunan tertinggi di Indonesia setinggi 288,6 meter.
Gama Land bahkan menggandeng Marriott international untuk mengelola hotel dengan bendera The Westin.
Gamaland kini memiliki sejumlah portofolio properti yang tersebar di Jakarta, Bandung, Bekasi, Cilegon, Medan, Kubu Raya, Bali, hingga Pekanbaru. (*)