NasDem Vs PDIP Memanas Buntut Anies Antitesis Jokowi
CNBKEPRI, Jakarta – Partai NasDem kembali sengit dengan kawan sekoalisi pemerintahan PDI Perjuangan (PDIP). Kali ini soal elite NasDem menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan antitesis Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Awalnya, politikus NasDem Zulfan Lindan mengungkapkan partainya sudah melakukan kajian dengan pendekatan filsafat dialektika sebelum menetapkan Anies Baswedan sebagai bakal capres. NasDem menilai Anies merupakan antitesis dari Jokowi sehingga cocok diusung sebagai bakal capres.
“Saya mau masuk alasan kenapa dipercepat (pengumuman Anies sebagai bakal capres), ini kan harus jelas dulu latar belakang. Jadi begini, ini sudah kita kaji dengan pendekatan filsafat dialektika, ini dengan pendekatan pendekatan filsafatnya Hegel,” kata Zulfan, Selasa (11/10).
Zulfan menyampaikan hal itu dalam program Adu Perspektif bertema ‘Adu Balap Deklarasi, Adu Cepat Koalisi’ yang disiarkan detikcom dengan kolaborasi bersama Total Politik. Zulfan mengatakan ada perbedaan jelas antara Jokowi dan Anies.
“Pertama apa, Jokowi ini kita lihat sebagai tesa, tesis, berpikir dan kerja, tesisnya kan begitu Jokowi. Lalu kita mencari antitesa, antitesannya apa? Dari antitesa Jokowi ini yang cocok itu, Anies,” kata Zulfan.
Zulfan menuturkan Anies memiliki kemampuan berpikir terkonsep yang dirumuskan dalam kebijakan. Mantan politikus PDIP itu menilai tokoh lainnya yang memiliki elektabilitas bagus seperti Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo hampir sama seperti Jokowi.
“Apa artinya, dia berpikir secara konseptualisasai kemudian itu dirumuskan dalam policy-policy. Nah kita mengharapkan dari dua ini, dari Jokowi ini, dari Anies ini sintesanya akan lebih dahsyat lagi nanti 2029, jadi harus ini karena kalau memang misalnya Ganjar, dari tesa ke tesa, nggak ada antitesa. Prabowo dari tesa ke tesa, nggak ada antitesa. (Puan) Mirip-mirip,” ujarnya.
PDIP Kaget
PDIP merespons pernyataan Zulfan Lindan yang menilai Anies Baswedan antitesis dari Presiden Jokowi. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai kalimat itu dapat menimbulkan persoalan tata pemerintahan dan etika politik.
“Jujur saya sangat kaget dengan pernyataan Partai NasDem melalui Pak Zulfan Lindan bahwa Pak Anies merupakan antitesa Pak Jokowi. Ini menimbulkan persoalan tata pemerintahan dan etika politik yang sangat serius,” kata Hasto kepada wartawan, Rabu (12/10).
Menurut Hasto, pernyataan Zulfan merupakan penegasan sikap partai NasDem. Dengan mencalonkan Anis, kata Hasto, NasDem juga menjadi antitesis.
“Antitesa artinya merupakan kondisi yang samasekali berbeda, yang berlawanan 180 derajat dengan kondisi status quo. Antitesa artinya vis a vis, diametral. Jadi secara sadar NasDem melalui pernyataan Pak Zulfan Lindan menegaskan hal tersebut,” kata Hasto.
“Dengan demikian dalam cara berpikir, kebijakan dan skala prioritas NasDem dengan mencalonkan Pak Anies juga menjadi antitesis,” sambungnya.
Kursi NasDem di Kabinet Disinggung
Hasto lalu mengaitkan sikap NasDem itu dengan para kadernya yang duduk di kursi menteri pemerintahan Jokowi. Hasto menilai hal itu kontradiksi mengingat sikap NasDem saat ini mendukung tokoh yang disebut antitesis Jokowi.
“Bukankah dukungan NasDem terhadap Pak Anies tersebut bersifat wajib bagi kader NasDem. Kecuali NasDem mengecualikan bahwa menteri-menteri yang di kabinet, menyatakan secara formal tidak mendukung Pak Anies. Problematika di pemerintahan Pak Jokowi itu yang harus dijawab dalam perspektif tata negara yang baik. Lalu di mana tanggung jawab etik politik dari partai yang berkomitmen untuk mendukung keberhasilan Presiden Jokowi ketika gerak capres yang didukung oleh Partai NasDem bersifat antitesa terhadap Presiden Jokowi?” ujarnya.
“Problematika juga muncul, ketika Presiden Jokowi memimpin rapat kabinet yang bersifat strategis bagi masa depan, namun bersifat rahasia bagi kepentingan bangsa dan negara. Lalu bagaimana hal-hal yang strategis dan fundamental tersebut ketika dibahas dengan menteri-menteri yang partainya memilih capres yang antitesa Pak Jokowi? Ini kan jadi kontradiktif dan rumit,” lanjut Hasto.
Hasto meminta NasDem untuk memberikan penjelasan terkait hal itu. “Berbagai persoalan etik tersebut yang harus dijawab, lengkap dengan berbagai kontradiksi kebijakan dalam jalannya pemerintahan,” kata dia.
NasDem Jelaskan Anies Antitesis Jokowi
Hasto Kristiyanto menilai pernyataan Zulfan Lindan soal Anies Baswedan antitesis Jokowi persoalan etika serius. Zulfan menyebut Hasto nggak paham secara utuh pernyataannya.
“Mas Hasto tidak memahami secara utuh apa yang saya maksud dengan tesa, antitesa, dan sintesa. Dalam teori dasar Dialektika Hegel memang terjadi perubahan yang mendasar dari bentuk feodalisme mengalami perubahan dalam bentuk sistem kapitalisme,” kata Zulfan kepada wartawan, Rabu (12/10).
“Namun kini semua pendekatan itu banyak mengalami perubahan yang dikenal sebagai teori konvergensi, di mana antara kapitalisme dan sosialisme saling melengkapi,” sambungnya.
Zulfan kemudian memberi contoh negara China dan Rusia. Zulfan menuturkan China dan Rusia yang dikenal negara sosialis dapat melakukan pendekatan liberalis dan kapitalis.
“Sebagai contoh misalnya China dan Rusia yang dikenal sebagai negara sosialis dalam membangun perekonomiannya juga melakukan pendekatan liberal kapitalisme,” jelas Zulfan.
Zulfan menjelaskan antitesis yang dimaksudnya adalah pola berpikir dan bekerja. Menurutnya, ada perbedaan pola berpikir dan bekerja antara Jokowi dan Anies.
“Dalam kaitan Anies Baswedan sebagai antitesis Pak Jokowi, jangan dipahami saling bertabrakan. Sebagaimana saya jelaskan dalam dialog Total Politik bahwa Jokowi punya pendekatan berpikir dan kerja,” ujar Zulfan.
Zulfan menyebut pola kerja Jokowi bertipe implementatif, sementara Anies melakukan pendekatan konseptual dalam melakukan program kerja.
“Pak Jokowi lebih melakukan pendekatan implementatif. Sementara itu, Anies lebih melakukan pendekatan konseptualisasi, yang mungkin saja implementasinya tidak sesegera Pak Jokowi,” imbuhnya.
Usul Dialog Terbuka Zulfan-Hasto
Elite Partai NasDem Bestari Barus mengusulkan Zulfan dan Hasto bertemu dan menjelaskan pernyataan masing-masing. Menurut Bestari dialog terbuka opsi bijak untuk kedua tokoh itu.
“Untuk saling mendengar satu sama lain apa sebetulnya yang dimaksud, apa yang diucapkan oleh Kakak Zulfan Lindan kaitannya dia berada dalam satu dialog dan mudah-mudahan kalau ruang komunikasi itu bahkan kalau perlu ya dipublish gitu ya terbuka gitu. Adakan dialog terbuka antara Zulfan Lidan dengan Hasto,” kata Bestari kepada wartawan, Rabu (12/10).
“Sehingga bisa saling menjelaskan apa yang kemudian menjadi maksud daripada pernyataan-pernyataan yang saling dilontarkan publik melalui media. Saya kira itu yang paling bijak menurut saya,” tambahnya.
Sumber: Detik