Sayembara Soekarno Tatkala Mengusulkan Pembangunan Tugu Monas
CNBKEPRI.COM – Pada 1950 Jakarta kembali menjadi Ibu Kota Republik Indonesia setelah sempat dipindahkan ke Yogyakarta pada awal Januari 1946. Saat itulah Presiden Soekarno semakin gencar membangun “muka” Indonesia.
Saat pindah ke Jakarta Soekarno berhasrat membangun sebuah monumen yang merepresentasikan karakter bangsa. Layaknya simbol yang ada di Prancis, Menara Eiffel. Tercetuslah pembangunan Tugu Monumen Nasional atau Monas. Monumen ini merupakan agenda yang diutamakan yang menjadi hasrat presiden pertama Indonesia.
Langkah awalnya, Soekarno membentuk komite nasional. Setelahnya komite pun mengumumkan sayembara pembuatan bangunan monumen tersebut.
Dari sayembara tersebut setidaknya berhasil terkumpul 51 karya pada tahun 1955. Karya yang masuk menjadi kriteria merupakan karya Frederich Silaban (Indonesia Poenja Tjerita, 2016).
Namun pemerintah belum puas sehingga munculah sayembara kedua. Hasilnya, 136 karya dari 222 peserta berhasil terhimpun.
Meskipun demikian tidak ada yang bisa menyaingi karya sayembara pertama oleh Frederich Silaban. Pemerintah mantap dengan desain anak bangsa yang merupakan warga Jakarta.
Komite pembangunan monas sendiri dipimpin oleh Sarwoko Martokusumo, seorang warga sipil berasal dari Jakarta. Monas dibangun di Lapangan Merdeka, lokasi tersebut berada tepat di depan Istana Merdeka, Jakarta.
Filosofi Monas
Monas menjadi simbol kemegahan yang menyambut para tamu Istana dengan pohon yang rindang. Bagi Soekarno sendiri, Monas adalah lambang kebesaran orang-orang Indonesia. Itulah alasan monas dibangun sebagai simbol dari kebesaran masyarakat Indonesia.
“Yes, the Indonesian people are great people. Yes, the Indonesian people are becoming a great people again,” kata Soekarno dalam sebuah pidatonya.
Lingga setinggi 111,70 meter di atas pelataran berbentuk persegi empat setinggi 17 meter. Di dalam bangunan tersebut terdapat sebuah museum dengan ketinggian 8 meter. Angka tersebut merupakan simbol yang merujuk pada tanggal kemerdekaan Indonesia.
Namun saat ini perubahan area di sekliling Monas sangatlah masif dan terjadi di pemerintahan yang baru. Ini bisa jadi bahwa pemerintah DKI Jakarta yang menjadi tempat berdiri kokoh simbol negara telah melupakan nilai monas. (*)